Senin, 10 Januari 2011

Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

Banyak pakar mengatakan pendidikan karakter di Indonesia belum berhasil. Indikatornya bisa dilihat dari beberapa fenomena yang muncul di masyarakat kita seperti banyaknya perkelaian (antar siswa, antar kampung,  antar suku, bahkan antar wakil rakyat), masyarakat yang tidak peduli pada lingkungan sehingga membuang sampah sembarangan dan menyebabkan banjir, sikap egois dan individualis sehingga tidak mau antri atau merokok ditempat umum, banyaknya korupsi dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan belum maksimalnya pendidikan karakter yang dilaksanakan selama ini karena menggunakan cara berikut : 
1.   Pendidikan karakter tidak dirancang dalam pembelajaran
Bila kita perhatikan  pada sekolah-sekolah unggulan sebagai contoh satu sekolah mempunyai visi ingin membentuk insan-insan yang berbudi dan berprestasi, dengan visi yang jelas ini semua arah pengembangan sekolah diarahkan pada pencapaian tujuan tersebut. Ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter tersebut merupakan tujuan utama sekolah bukan merupakan tujuan samping. Namun sebagian besar sekolah-sekolah belum melaksanakan pembelajaran seperti itu. Lebih lanjut, jika kita cermati Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun guru, tujuan yang dikembangkan guru belum mencakup 3 ranah yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Umumnya guru menyusun tujuan pada aspek kognitif saja, sehingga aspek sikap kurang mendapatkan perhatian. Tujuan yang bersifat sikap ini identik dengan karakter apa yang akan dikembangkan pada diri siswa. Dalam melakukan pembelajaran guru sering dipandu oleh buku bukan oleh kurikulum. Ini terlihat saat ditanya sampai di mana materi pelajarannya, guru akan menjawab sampai pada halaman sekian. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter belum merupakan tujuan utama pembelajaran, melainkan hanya merupakan tujuan dampak pengiring (nurturent effect).
2.   Pendidikan karakter hanya masuk pada kegiatan ekstra
Banyak sekolah yang melaksanakan pendidikan karakter tidak dimasukkan dalam kegiatan intra tetapi masuk pada kegiatan ekstrakurikuler misalnya kegiatan pramuka, warung kejujuran, pondok romadhon, sehingga pelaksanaannya hanya insidental tidak natural.
3.   Pendidikan karakter menjadi pelajaran tersendiri
Pada tahun 2000 sampai 2002 di Sekolah Menengah Lanjutan Pertama (SLTP) telah dilaksanakan pendidikan kecakapan hidup (life skill), yang menjadi mata pelajaran tersendiri. Ini menunjukkan kurangnya integrasi antar mata pelajaran dan seolah-olah bahwa pendidikan kacakapan hidup berdiri sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, tampak kelemahan implementasi pendidikan karákter yang telah dilakukan selama ini sehingga perlu dipikirkan pendekatan bagaimana agar pendidikan karakter dapat lebih berhasil. Beberapa pendekatan ideal yang dapat dilakukan terkait dengan pendidikan karakter dapat diuraikan sbb (http://www.goodcharacter.com, diakses 29 Desember 2010):
1.   Pendekatan holistik
Pendidikan karakter tidak menambahkan program atau seperangkat program ke sekolah. Justru itu adalah transformasi budaya dan kehidupan sekolah. Kebijakan umum berpendapat bahwa cara terbaik untuk menerapkan pendidikan karakter adalah melalui pendekatan holistik yang mengintegrasikan pembangunan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Pendekatan ini juga dikenal sebagai sekolah reformasi menyeluruh, dan itu adalah masalah yang sangat penting. Beberapa fitur yang menggambarkan model holistik:
  • Segala sesuatu di sekolah disusun berdasarkan hubungan antara dan di kalangan siswa, guru, staf, dan masyarakat.
  • Sekolah adalah komunitas siswa peduli di mana ada ikatan yang menghubungkan siswa, guru, staf, dan sekolah.
  • Sosial dan emosional ditekankan dalam pembelajaran.
  • Kerjasama dan kolaborasi antar siswa ditekankan dari pada persaingan.
  • Nilai-nilai seperti keadilan, menghormati, dan kejujuran adalah bagian dari pelajaran sehari-hari dalam dan keluar dari kelas.
  • Siswa diberi kesempatan yang luas untuk mempraktekkan perilaku moral melalui berbagai kegiatan seperti layanan belajar.
  • Disiplin dan pengelolaan kelas berkonsentrasi pada pemecahan masalah daripada imbalan dan hukuman.
  • Model lama pembelajaran berpusat pada guru dikelas ditinggalkan dan diganti menjadi kelas demokratis yang mana guru dan siswa di kelas mengadakan pertemuan untuk membangun kesatuan, menetapkan norma-norma, dan memecahkan masalah.     
2.   Membangun sebuah” Komunitas Peduli”
Dengan "komunitas peduli" berarti bahwa semua orang di sekolah yaitu siswa, guru, dan staf memperlakukan orang lain dengan kebaikan dan rasa hormat. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, siswa perlu memainkan peran aktif dalam membentuk budaya dan lingkungan kelas, maupun sekolah pada umumnya. Beberapa cara untuk membuat hal itu terjadi adalah:
  • Mengadakan pertemuan kelas di mana siswa dalam kelompok menetapkan tujuan, menentukan aturan perilaku, merencanakan kegiatan-kegiatan, dan memecahkan masalah.
  • Meminta siswa berkolaborasi pada tugas-tugas akademik dengan bekerja dalam kelompok pembelajaran kooperatif. Memberi mereka kesempatan untuk merencanakan dan memikirkan cara-cara mereka bekerja bersama-sama.
  • Mengatur sebuah program dimana siswa yang lebih muda dan tua berkumpul untuk bekerja menyatu pada tugas akademis dan jenis kegiatan lainnya.
  • Mengajari resolusi konflik dan keterampilan sosial lainnya sehingga siswa menjadi terampil dalam menyelesaikan konflik secara adil dan damai.
Strategi-strategi ini membantu siswa belajar untuk membangun dan memelihara hubungan positif dengan orang lain. Mereka juga mengubah sekolah menjadi laboratorium tempat praktek siswa jenis-jenis peran, dan mengatasi jenis tantangan, yang akan mereka hadapi di kehidupan kemudian.
3.   Mengajarkan  nilai-nilai melalui kurikulum
Pelaksanaan kurikulum khususnya pembelajaran di kelas mempunyai peluang yang sangat besar dalam mengajarkan nilai-nilai kepada siswa. Misalnya kita akan mengajarkan materi tentang “sampah” pada siswa. Siswa akan ditanya apa yang kamu lakukan jika kelasmu kotor? Di mana kamu membuang sampah? Mengapa kamu melakukan hal itu? Apa manfaatnya bagi kehidupanmu? Dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini, nilai-nilai seperti disiplin, tanggungjawab, kerjasama akan terbangun pada diri siswa, sehingga akan membentuk karakter siswa yang suka hidup bersih.
4.   Diskusi Kelas
Diskusi merupakan cara terbaik untuk  menanamkan nilai-nilai yang dinginkan sehingga mampu membentuk karakter siswa yang baik. Dengan diskusi siswa mengembangkan nilai-nilai kejujuran, bijaksana, berpikir kritis,  toleransi, menghargai teman, bekerjasama, tanggung jawab, dan refleksi.
5.   Layanan Belajar (Learning service)
Layanan belajar adalah pendekatan pengajaran di mana tujuan-tujuan akademis dilakukan melalui pelayanan masyarakat.  Dalam layanan belajar siswa akan membuat seleksi, perencanaan, dan kemudian merefleksikan seluruh pengalaman mereka. Selain konten akademik, para siswa juga praktek keterampilan praktis yang berharga seperti pengorganisasian, berkolaborasi, dan pemecahan masalah. Dengan layanan belajar ini siswa akan menngunakan karakter kebajikan, menunjukkan rasa hormat, mengambil tanggung jawab, empati, kerjasama, kewarganegaraan, dan ketekunan.

2 komentar:

  1. Saya sangat setuju sekali mengenai pembahasan pada artikel ini.Memang saat ini pendidikan karakter di dalam sekolah sedang terkikis.Oleh karena itu pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Adapun acuan konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan sebagaimana uraian berikut.
    1. Olah Hati (Spiritual and emotional development). Olah hati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional.
    2. Olah Pikir (intellectual development). Olah pikir bermuara pada pengelolaan intelektual.
    3. Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development). Olah raga bermuara pada pengelolaan fisik.
    4. Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Olah rasa bermuara pada pengelolaan kreativitas
    Pengembangan pendidikan karakter bisa menggunakan kurikulum berkarakter atau “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum). Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu yang menyentuh semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual.
    Bidang-bidang pengembangan yang ada di TK dan mata pelajaran yang ada di SD yang dikembangkan dalam konsep pendidikan kecakapan hidup yang terkait dengan pendidikan personal dan sosial, pengembangan berpikir/kognitif, pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motorik juga dapat tersusun dengan baik apabila materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh (Holistik). Pembelajaran holistik terjadi apabila kurikulum dapat menampilkan tema yang mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-kejadian secara autentik dan alamiah. Dengan munculnya tema atau kejadian yang alami ini akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi yang dirancang akan saling terkait dengan berbagai bidang pengembangan yang ada dalam kurikulum.
    Pembelajaran holistik berlandaskan pada pendekatan inquiry, dimana anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi dan berbagi gagasan. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi bersama teman-temannya dan belajar dengan “cara” mereka sendiri. Anak-anak diberdayakan sebagai si pembelajar dan mampu mengejar kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang dirancang. Sebuah pembelajaran yang holistik hanya dapat dilakukan dengan baik apabila pembelajaran yang akan dilakukan alami, natural, nyata, dekat dengan diri anak, dan guru-guru yang melaksanakannya memiliki pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan kreativitas dan bahan-bahan atau sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam berlatih membuat model-model yang tematis juga sangat menentukan kebermaknaan pembelajaran.

    BalasHapus
  2. binggung mau ngapain??
    ayo gabung langsung di ionqq/c/0/m
    menangkan hadiahnya hingga ratusan juta rupiah
    p1n bb:*58ab14f5*

    BalasHapus