Minggu, 25 September 2011

Pengembangan Karakter Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan membantu internalisasi nilai atau karakter.  Berikut akan disajikan contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter dalam pembelajaran tersebut. 

A. Kegiatan Pendahuluan
Sesuai dengan standar proses, yang dilakukan guru pada kegiatan pendahuluan: a) menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, b) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, c) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, dan d) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan untuk menanamkan karakter dalam kegiatan pendahuluan:
  1. Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin) 
  2. Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli) 
  3. Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religius) 
  4. Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin) 
  5. Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli) 
  6. Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin) 
  7. Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, santun, peduli
  8. Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
  9. Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD
B.     Kegiatan Inti
Berdasarkan standar proses, kegiatan inti terbagi atas tiga tahap, yaitu: eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Berikut beberapa contoh kegiatan dalam proses pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang dapat dilakukan untuk membantu siswa mengembangkan karakter.

a. Tahap Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi siswa difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kegiatan yang dilakukan:
  1. Melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang dari guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama) 
  2. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras) 
  3. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarsiswa serta antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan) 
  4. Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri) 
  5. Memfasilitasi siswa melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
b. Elaborasi
Pada tahap elaborasi, siswa diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa lebih luas dan dalam. Kegiatan yang dilakukan:
  1. Membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis) 
  2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun) 
  3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis) 
  4. Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab) 
  5. Memfasilitasi siswa berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai) 
  6. Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama) 
  7. Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama) 
  8. Memfasilitasi siswa melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama) 
  9. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
c. Konfirmasi
Pada tahap konfirmasi, siswa memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa. Kegiatan yang dilakukan:
  1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis) 
  2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis) 
  3. Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan) 
  4. Memfasilitasi siswa untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru: a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun); b) membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli); c) memberi acuan agar siswa dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis); d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan e) memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
C.    Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, kegiatan guru meliputi:
  1. bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis); 
  2. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan); 
  3. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis); 
  4. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan 
  5. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih intensif selama kegiatan penutup yaitu:
  1. Selain simpulan yang terkait dengan aspek pengetahuan, agar siswa difasilitasi membuat pelajaran moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan dan/atau proses pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan dan/atau keterampilan pada pelajaran tersebut. 
  2. Penilaian tidak hanya mengukur pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada perkembangan karakter mereka. 
  3. Umpan balik baik yang terkait dengan produk maupun proses, harus menyangkut baik kompetensi maupun karakter, dan dimulai dengan aspek-aspek positif yang ditunjukkan oleh siswa. 
  4. Karya-karya siswa dipajang untuk mengembangkan sikap saling menghargai karya orang lain dan rasa percaya diri. 
  5. Kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok diberikan dalam rangka tidak hanya terkait dengan pengembangan kemampuan intelektual, tetapi juga kepribadian. 
  6. Berdoa pada akhir pelajaran.
Beberapa hal mendasar yang harus dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai yaitu:
  1. Guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkannya. 
  2. Pemberian reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran. 
  3. Harus dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa secara serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya. 
  4. Dalam penilaian, guru harus mulai dari aspek-aspek positif atau sisi-sisi yang telah kuat/baik pada pendapat, karya, dan/atau sikap siswa. Guru memulainya dengan memberi penghargaan pada hal-hal yang telah baik dengan ungkapan verbal dan/atau non-verbal dan baru kemudian menunjukkan kekurangan-kekurangannya dengan ‘hati’. Dengan cara ini sikap-sikap saling menghargai dan menghormati, kritis, kreatif, percaya diri, santun, dan sebagainya akan tumbuh subur.
Rujukan: Kemendiknas (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Pertama.

11 komentar:

  1. Why do we need character education in today's schools?
    The need for character education lies in the fact that a sustained process of teaching, being shown examples of good character, and constant by practicing what they learned is the things needed to instill good character traits in students. And since students spend most of their time at school, it is the perfect place to instill moral values in them.
    The reason for teaching good character is to help prepare the students to face the many opportunities and unknown dangers that are in today's society. Character education gives the students the knowledge they need to know what these dangers in society are and deal with them properly.
    Young people these days gets exposed to literally thousands of negative influences through the media and their peers every day, add to this the sad fact that parents are spending less time with their children. Students need to know how to handle these pressures and character education will give them the tools that they need.
    Does character education actually help in academics?
    Yes, character education can greatly help students with their academic subjects as well. Diligence and a sense of responsibility are some of the main core values taught in character education. With these students will learn how to focus on their studies, and more importantly they will have the drive that will make them want to do well in their academic subjects.
    Building character also helps them to interact properly with their teachers and fellow students, turning their classroom into a better learning environment.
    Does character education really work?
    Research done on the subject found out that schools that employ character education have fewer incidences of disciplinary referrals, suspensions, and truancy. The positive environment that it bought to schools also increased attendance and has also brought about a significant improvement in academic performance of the students.
    What your children learn from character education will be useful to them as they engage and interact with other people in society. For them to become upstanding members of their communities, they need to know the proper way to treat other people, and these are the things that they learn and understand through character educationHence, finally Indonesia should develop character building in our system education as mentioned in artikel above....

    BalasHapus
  2. Fenomena yang menarik adalah ketika dunia pendidikan asyik menciptakan siswa-siswi cerdas dengan memberikan beban pelajaran super berat dan banyak, padahal dengan beban pelajaran yang tinggi, energi guru dan siswa terbuang percuma karena mereka sadar hanya 5 – 10 % siswa saja yang mampu mengikuti pelajaran dengan baik.

    Hal ini tentu menjadi bumerang bagi dunia pendidikan Indonesia karena jelas-jelas mengabaikan 90% siswa dengan kemampuan dibawah rata-rata dan dianggap tidak memiliki nilai akademis tinggi. Bahwa dikatakan bumerang karena siswa dengan nilai akademis rendah dan sedang menempati porsi terbesar di negara Indonesia, maka yang terjadi adalah pendidikan Indonesia menciptakan jurang dikotomi terhadap hak-hak pendidikan yang layak bagi 90% komunitas ini.

    Kebalikan dari negara Jepang, pendidikan di Indonesia justru menyiapkan seluruh siswa-siswi kita menjadi ahli pemikir dan ilmuwan. Sedangkan di Jepang, mereka sadar bahwa tidak semua siswa itu cerdas dan memiliki potensi yang sama. Kecerdasan bukan hanya potensi akademik, tapi ada beraneka ragam dimensi kecerdasan yang sifatnya konkrit, seperti ketrampilan, seni, olahraga dan kegiatan non akademik lainnya.

    Kenyataan bahwa hanya ada 5-10% manusia cerdas ditiap negara membuat Jepang mempersiapkan pendidikan berkarakter untuk membentuk 90% siswa-siswinya yang merupakan penduduk mayoritas. Walhasil, negara Jepang kini menjadi negara maju dan disiplin bukan karena kecerdasan semata, tetapi karakter kuat dari penduduk mayoritas yang telah digembleng dalam masa pendidikan. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

    BalasHapus
  3. Saat ini mulai marak dibicarakan mengenai pendidikan karakter. Tetapi yang masih umum diterapkan mengenai pendidikan karakter ini masih pada taraf jenjang pendidikan pra sekolah (taman bermain dan taman kanak-kanak). sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya masih sangat-sangat jarang sekali. kurikulum pendidikan di Indonesia masih belum menyentuh aspek karakter ini, meskipun ada pelajaran pancasila, kewarganegaraan dan semisalnya, tapi itu masih sebatas teori dan tidak dalam tataran aplikatif. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu SDM dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka indonesia harus merombak istem pendidikan yang ada saat ini.
    Mungkin banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
    Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
    Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
    Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia.

    BalasHapus
  4. Masalah yang kita hadapi dilapangan berkaitan dengan Pendidikan karakter :

    Pendidikan karakter menjadi salah satu solusi kultural untuk mengurangi korupsi. Namun benarkah? Saya pribadi merasa ragu itu akan efektif, karena ini berarti melihat korupsi sebagai masalah kultural, tidak sekaligus melihatnya secara struktural. Kalau tidak percaya, didiklah peserta didik kita dengan menanamkan nilai-nilai disiplin, jujur, dan toleran sebagaimana muatan pendidikan karakter itu. Tetapi siapa yang menjamin bahwa di luar sekolah mereka akan berperilaku baik ketika struktur masyarakat kita timpang atau menindas, begitu juga siapa bisa menjamin akan berlaku tidak koruptif jika hubungan sosial kita bersifat patrimonialistik. Oleh karena itu, kalau pendidikan karakter ingin berhasil, masalah struktural harus diperbaiki dulu.

    Terima Kasih

    BalasHapus
  5. Pendidikan karakter mempunyai misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral. Secara konseptual kata etika dan moral mempunyai makna yang serupa yaitu sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Namun penerapannya etika lebih pada tataran teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, dan moral lebih pada tataran praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan seseorang. Sedangkan karakter lebih menekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari dan tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi pendidikan karakter menanamkan kebiasan (habitution) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Sejalan dengan hal tersebut di atas pendidikan karakter di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan menghidupi nilai-nilai itu, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata. Ditinjau dari maknanya pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pada pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi faham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan ( domain afektif) nilai baik dan biasa melakukannya (domain perilaku). Dengan demikian pendidikan karakter harus ditanamkan melalui cara-cara yang rasional, logis, dan demokratis.

    BalasHapus
  6. jika kita ingin merubah dunia, rubahlah diri kita terlebih dahuliu. Perubahan yang lebih baik, baik bagi orang-orang di sekitar kita, mulai dari keluarga, teman, dan semua orang di sekeliling kita.Semua ini dapat dilakukan dengan adanya suri tauladan yang baik.Satunya kata dan perbuatan.Ada yang mengatakan bahwa satu tauladan yang baik dapat mengalahkan seratus nasihat. Tidak sulit memang tapi juga tidak mudah.
    from the article above, it states that there are three activities consist of introduction, main activity, and closure. Each of them contains moral value which can build good characters.obviously, it strives teachers to give good pattern and persue their students to be a good character person through education and cultur. Bukan saatnya lagi berwacana, mari bersama mengambil langkah. Seorang guru yang baik tidak akan melepaskan tangan muridnya yang lemah.Semangaat...

    BalasHapus
  7. Improving the quality of education is one focus of current development in Indonesia. To improve the quality of schools / education must be in balance sheet must follow the quality of teacher professional learning in the classroom provision for students to live in society and more tinggi.Tapi continuing education of parents and teachers are now scrambling to see his children are smart but not followed akhlakkul kharimah (good behavior), where many children are out of control like a fight between friends / tawarun among students, no discipline, no accountability and dishonesty. All this seems to be a trend among our students. How can our children not of good character? so what this nation? if young people / students we are far from the norms that apply whether written or unwritten. What happens if the officer does not have good character.

    BalasHapus
  8. Pembelajaran Karakter tak semudah yang kita inginkan.... pembuatan perencanaan memang mudah, tapi perubahan karakternya yang sulit. karakter seorang siswa tak dapat dirubah secara langsung, perubahan ini membutuhkan proses yang panjang. karakter mucul pada seseorang semenjak kecil. ini menjadi salah satu ciri khas dari masing-masing idividu. sehingga untuk merubahnya, diperlukan kerja keras.

    memang benar ini telah menjadi tuntutan bagi setiap tenaga pendidik untuk menjadikan siswanya memiliki pribadi yang berkarakter. Perubahan karakter ini tentu harus dimulai dari pemodelan sorang pendidik. siswa melihat segala tingkah laku pendidiknya. jika pendidiknya kurang berkarakter, mengapa siswanya dituntut berkarakter.... kan mustahil namanya...

    Oleh karenanya,kita sebagai calon tenaga pendidik, mari merubah karakter pribadi masing-masing sebagai bekal bentuk pemodelan pendidik yang baik bagi para siswa. jangan asal ngomong, tapi butuh Aksi...

    BalasHapus
  9. pengembangan pendidikan berkarakter perlu mengingat karakter bangsa kita semakin memprihatinkan

    BalasHapus
  10. Akhir-akhir ini memang pendidikan berkarakter banyak di dengung-dengungkan di dunia pendidikan bahkan jadi bahan utama dalam perbincangan para pakar & ahli pendidikan. Ditilik sejarahnya, pendidikan berkarakter ini sudah ada sejak Indonesia merdeka, sejak kepemimpinan bapak Soekarno, namun belum terancang secara detail dan belum banyak diterapkan di dunia pendidikan. mungkin karena bentuk pengajaran masih bersifat akademik saja, artinya hanya produk akhir yang diutamakan sehingga karakter yang harus dimiliki siswa tidak terlalu dipentingkan. namun saat ini pendidikan berkarakter sudah dirancang dan dikemas secara detail dan mutlak diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini. bagi Indonesia sekarang pendidikan karakter merupakan usaha sungguh-sungguh, sistematik dan berkelanjutan untuk meningkatkan dan menguatkan keyakinan dan kesadaran semua rakyat Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Jadi pendidikan karakter merupakan solusi cerdas untuk membekali rakyat Indonesia khususnya pelajar dengan karakter dan moral yang baik, agar dapat menghadapi persaingan global dengan cara yang yang sehat. menurut Theodore Roosevelt : "To Educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society" (mendidik seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak bukan dalam kecerdasan moral adalah ancaman yang berbahaya bagi kehidupan masyarakat" So, Indonesia harus Bisa!!!

    BalasHapus
  11. ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
    add pin bb 58ab14f5 || ditunggu ya^^

    BalasHapus